Wisata Budaya Krumpyung
Krumpyung merupakan seni musik
tradisional khas Kulon Progo dengan iringan alat musik yang semuanya terbuat
dari bambu. Biasanya lagu-lagu yang dibawakan adalah langgam jawa, uyon-uyon,
campur sari. Yang unik dari krumpyung ini adalah nada yang digunakan merupakan
laras slendro dan pelog menyerupai gamelan Jawa. Hanya saja, dalam kesenian
Krumpyung ini, untuk membunyikan gong dengan cara ditiup dan dipukul. Kesenian
Krumpyung ini terdapat di dusun Tegiri, desa Hargowilis, kecamatan Kokap. Saat
ini alat musik Krumpyung yang semuanya terbuat dari bambu banyak diminati para
pecinta alat musik tradisional atau para kolektor dari berbagai daerah dan luar
negeri.
http://iannnews.com/ensiklopedia.php?page=budaya&prov=32&kota=463&id=79
Wisata Budaya Tari Oglek
Oglek merupakan salah satu kesenian
rakyat tradisional dengan jenis tarian berkelompok yang biasa dipentaskan di
tempat terbuka dengan durasi kurang-lebih 1 sampai 2 jam. Pentas Oglek diiringi
dengan seperangkat alat musik berupa 3 terbang sesar, 1 terbang kecil, 2 bende,
1 kendang, 1 gong, dengan sistem nada slendro. Biasanya dalam pentas Oglek ini
ada penari yang "in trance", dalam bahasa jawa "kesurupan".
Beberapa grup Oglek yang ada antara lain berada di desa Tuksono, kecamatan
Sentolo, desa Tanjungharjo, kecamatan Nanggulan, dan di desa Krembangan,
kecamatan Panjatan.
http://iannnews.com/ensiklopedia.php?page=budaya&prov=32&kota=463&id=78
Wisata Budaya Tari
Angguk
Kesenian Angguk merupakan satu dari
sekian banyak jenis kesenian rakyat yang ada di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kesenian angguk berbentuk tarian disertai dengan pantun-pantun
rakyat yang berisi pelbagai aspek kehidupan manusia, seperti: pergaulan dalam
hidup bermasyarakat, budi pekerti, nasihat-nasihat dan pendidikan. Dalam kesenian
ini juga dibacakan atau dinyanyikan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab Tlodo,
yang walaupun bertuliskan huruf Arab, namun dilagukan dengan cengkok tembang
Jawa. Nyanyian tersebut dinyanyikan secara bergantian antara penari dan
pengiring tetabuhan. Selain itu, terdapat satu hal yang sangat menarik dalam
kesenian ini, yaitu adanya pemain yang “ndadi” atau mengalami trance pada saat
puncak pementasannya. Sebagian masyarakat Yogyakarta percaya bahwa penari
angguk yang dapat “ndadi” ini memiliki “jimat” yang diperoleh dari juru-kunci
pesarean Begelen, Purworejo.
Tarian angguk diperkirakan muncul sejak zaman Belanda1, sebagai ungkapan rasa syukur kapada Tuhan setelah panen padi. Untuk merayakannya, para muda-mudi bersukaria dengan bernyanyi, menari sambil mengangguk-anggukkan kepala. Dari sinilah kemudian melahirkan satu kesenian yang disebut sebagai “angguk”. Tari angguk biasa digelar di pendopo atau di halaman rumah pada malam hari. Para penontonnya tidak dipungut biaya karena pertunjukan kesenian angguk umumnya dibiayai oleh orang yang sedang mempunyai hajat (perkawinan, perayaan 17 Agustus-an dan lain-lain).
Tarian yang disajikan dalam kesenian angguk terdiri dari dua jenis, yaitu: (1) tari ambyakan, adalah tari angguk yang dimainkan oleh banyak penari. Tarian ambyakan terdiri dari tiga macam yaitu: tari bakti, tari srokal dan tari penutup; dan (2) tari pasangan, adalah tari angguk yang dimainkan secara berpasangan. Tari pasangan ini terdiri dari delapan macam, yaitu: tari mandaroka, tari kamudaan, tari cikalo ado, tari layung-layung, tari intik-intik, tari saya-cari, tari jalan-jalan, dan tari robisari.
Pada mulanya angguk hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja. Namun, dalam perkembangan selanjutnya tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Para pemain angguk ini mengenakan busana yang terdiri dari dua macam, yaitu busana yang dikenakan oleh kelompok penari dan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring. Busana yang dikenakan oleh kelompok penari mirip dengan busana prajurit Kompeni Belanda, yaitu: (1) baju berwarna hitam berlengan panjang yang dibagian dada dan punggunya diberi hiasan lipatan-lipatan kain kecil yang memanjang serta berkelok-kelok; (2) celana sepanjang lutut yang dihiasi pelet vertikal berwarna merah-putih di sisi luarnya; (3) topi berwarna hitam dengan pinggir topi diberi kain berwarna merah-putih dan kuning emas. Bagian depan topi ini memakai “jambul” yang terbuat dari rambut ekor kuda atau bulu-bulu; (3) selendang yang digunakan sebagai penyekat antara baju dan celana; (4) kacamata hitam; (5) kaos kaki selutut berwarna merah atau kuning; dan (6) rompi berwarna-warni. Sedangkan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring adalah: (1) baju biasa; (2) jas; (3) sarung; dan (4) kopiah.
Peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Angguk diantaranya adalah: (1) kendang; (2) bedug; (3) tambur; (4) kencreng; (5) rebana 2 buah; (6) terbang besar dan (6) jedor.
Tarian angguk diperkirakan muncul sejak zaman Belanda1, sebagai ungkapan rasa syukur kapada Tuhan setelah panen padi. Untuk merayakannya, para muda-mudi bersukaria dengan bernyanyi, menari sambil mengangguk-anggukkan kepala. Dari sinilah kemudian melahirkan satu kesenian yang disebut sebagai “angguk”. Tari angguk biasa digelar di pendopo atau di halaman rumah pada malam hari. Para penontonnya tidak dipungut biaya karena pertunjukan kesenian angguk umumnya dibiayai oleh orang yang sedang mempunyai hajat (perkawinan, perayaan 17 Agustus-an dan lain-lain).
Tarian yang disajikan dalam kesenian angguk terdiri dari dua jenis, yaitu: (1) tari ambyakan, adalah tari angguk yang dimainkan oleh banyak penari. Tarian ambyakan terdiri dari tiga macam yaitu: tari bakti, tari srokal dan tari penutup; dan (2) tari pasangan, adalah tari angguk yang dimainkan secara berpasangan. Tari pasangan ini terdiri dari delapan macam, yaitu: tari mandaroka, tari kamudaan, tari cikalo ado, tari layung-layung, tari intik-intik, tari saya-cari, tari jalan-jalan, dan tari robisari.
Pada mulanya angguk hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja. Namun, dalam perkembangan selanjutnya tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Para pemain angguk ini mengenakan busana yang terdiri dari dua macam, yaitu busana yang dikenakan oleh kelompok penari dan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring. Busana yang dikenakan oleh kelompok penari mirip dengan busana prajurit Kompeni Belanda, yaitu: (1) baju berwarna hitam berlengan panjang yang dibagian dada dan punggunya diberi hiasan lipatan-lipatan kain kecil yang memanjang serta berkelok-kelok; (2) celana sepanjang lutut yang dihiasi pelet vertikal berwarna merah-putih di sisi luarnya; (3) topi berwarna hitam dengan pinggir topi diberi kain berwarna merah-putih dan kuning emas. Bagian depan topi ini memakai “jambul” yang terbuat dari rambut ekor kuda atau bulu-bulu; (3) selendang yang digunakan sebagai penyekat antara baju dan celana; (4) kacamata hitam; (5) kaos kaki selutut berwarna merah atau kuning; dan (6) rompi berwarna-warni. Sedangkan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring adalah: (1) baju biasa; (2) jas; (3) sarung; dan (4) kopiah.
Peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Angguk diantaranya adalah: (1) kendang; (2) bedug; (3) tambur; (4) kencreng; (5) rebana 2 buah; (6) terbang besar dan (6) jedor.
http://iannnews.com/ensiklopedia.php?page=budaya&prov=32&kota=463&id=77
0 comments:
Post a Comment